Sabtu, 24 November 2012

DAHLAN ISKAN dan DPR


                                                           DAHLAN ISKAN


        Beberapa waktu yang lalu tanggal 14 Nopember 2012, Dahlan Iskan sebagai mantan direktur utama PT PLN Persero akhirnya memenuhi undangan Anggota komisi VII DPR yang menggelar rapat dengar pendapat ( rapat kerja dengan menteri Energi dan Sumber Daya Mineral). Agenda yang dibahas terkait hasil audit investigasi BPK, di mana tahun 2009 - 2010, PLN mengalami inefisiensi senilai 37,6 triliun . Beberapa anggota DPR pun mencerca dengan bermacam macam pertanyaan, antara lain :
        "Diakui atau tidak, angka Rp 19,7 triliun untuk tahun 2010 itu, terjadi di masa kepemimpinan Dahlan Iskan. Nah, seharusnya saat ini ketika Bapak (Dahlan Iskan) menjabat sebagai Menteri BUMN, apakah masalah-masalah yang terjadi pada tahun 2010 ini sudah terselesaikan? Karena permasalahan ini sudah merugikan negara. Menurut Wakil Ketua BPK Hasan Bisri bahkan menjawab dengan tegas ini sudah merugi, bukan lagi indikasi. Tentu ini harus dipertanggungjawabkan."
        Selain masalah inefisiensi, sejumlah anggota juga mempertanyakan berbagai statement Dahlan Iskan ,yang terkesan mendiskreditkan DPR, terkait laporan adanya dugaan pemerasan, yang dilakukan sejumlah oknum anggota DPR pada BUMN.
        Dahlan menegaskan, saat menjabat sebagai Dirut PLN, ia telah berulang kali menyatakan bahwa sebagian pembangkit listrik milik PLN "salah makan", atau yang seharusnya menggunakan bahan bakar gas, tetapi terpaksa memakai bahan bakar minyak (BBM).
 Hal ini terjadi karena PLN mengalami kekurangan pasokan gas untuk pembangkit listrik.   "Saya telah meminta kepada pemerintah dan BP Migas untuk mengalokasikan gas bagi pembangkit listrik milik PLN, tetapi ternyata belum mencukupi kebutuhan gas bagi pembangkit milik PLN. Pihaknya juga telah menjajaki impor gas dari Timur Tengah tetapi karena terjadi ketegangan politik di negara itu maka pihaknya urung mengimpor gas dari negara itu. Kebutuhan gas untuk PLN pada delapan pembangkit tidak terpenuhi sehingga perusahaan menggunakan BBM. Bila diabaikan, maka sebagian besar masyarakat DKI Jakarta ketika itu akan mengalami pemadaman listrik.
        Badan Pemeriksa Keuangan menyebutkan penyebab inefisiensi tersebut bukan karena korupsi tapi karena soal ketersediaan gas yang sedikit sehingga PLN menggunakan solar yang mahal.
        Namun sepertinya penjelasan tersebut tidak memuaskan banyak pihak. Dana segede 37,6 triliun itu sangat besar. Mereka meminta kepada Dahlan Iskan untuk secara terbuka mengemukakan kepada masyarakat, sekaligus bertanggung jawab.
 Dengar pendapat itupun menjadi pembicaraan masyarakat luas. Ada yang mendukung DPR tapi banyak juga yang bisa menerima penjelasan Dahlan Iskan ( termasuk saya ),karena jauh sebelum ribut ribut DPR soal masalah ini, dalam tulisannya di JP, saat masih menjabat direktur PLN, Dahlan Iskan pernah menceritakan perihal masalah " salah makan " ini. Dulu waktu membaca, sayapun sudah di buat geram tentang cara pengelolaan industri listrik di negara kita, yang harus banyak buang duit. Kita yang orang awam, sebelumnya tidak mengerti tentang hal itu, tapi berhubung Pak Dahlan menulis, kami jadi tahu semuanya. Makanya saya sempat kaget ketika hal ini mengemuka, dengan "terdakwa" Dahlan Iskan. Ternyata kerugiannya mencapai triliunan. Ketika menjabat di tahun 2010, inefisiennya mencapai 19,7 triliun. Tapi anehnya, kenapa ya DPR kita hanya menyoroti tentang sepak terjang " Dahlan Iskan" semata ya? Terus yang sekitar 18 triliun di jaman sebelumnya, kok ndak diungkit ya? Inilah yang jadi pertanyaan publik juuga. Berarti pemanggilan DPR yang ngotot itu, sepertinya juga tidak murni untuk mencari kejelasan, tapi ada udang di balik batunya. Apalagi sebelumnya Dahlan Iskan juga berkoar tentang sejumlah orang di DPR memeras BUMN. Silang kata dan pendapat yang menghebohkan itu akhirnya meluas ke mana mana. Dahlan Iskan yang dikatakan melakukan pencitraan, Dahlan yang tinggal omong tanpa bukti dll. Masyarakatpun beropini.
         Ada beberapa pendapat masyarakat yang patut untuk di simak, 
-BPK dan DPR mohon dilihat kondisi PLN pada saat terjadinya pembelian GENSET... PLN pada saat itu betul-betul sudah DARURAT LISTRIK... LISTRIK hanya dinikmati oleh sebagian kecil wilayah INDONESIA... 
Pak Dahlan bukan tukang tipu, bukan pula pencitraan, susah ya Pak orang banyak yang iri dengan prestasi Bapak, percayalah Bapak Dahlan, kami rakyat mendukung Anda 
-Lagi kalau memang Dahlan salah..DPR juga salah dong kan mereka yang mengawasi dan menyetujui anggaran pada saat keluar..saya rasa mereka hanya cuci tangan saja..Masa DPR bekerja setelah laporan audit BPK keluar ..lha kerja mereka selama ini apa dong??? Heriyanto Bernadhi 
-Wah repot.. yang melaporkan harus kasih bukti? bukannya itu tugas polisi dan KPK? kalau saya melaporkan ada maling masa saya disuruh kasih bukti juga!! kalo begitu gak ada yang mau lapor kejahatan dong, bisa2 yang lapor malah yang dipenjara, bukan penjahatnya.. ngawur...ak, Dahlan bukanlah orang yang ambisius.Beliau jadi menteri atas permintaan SBY. lutfi budi
 -.....yg bilang pencitraan/cari popularitas adalah orang2/kelompok yg merasa tersaingi..coba kita renungkan sejenak, kalaupun dianggap pencitraan tetapi membawa kebaikan..kenapa tidak !! dari pada pencitraan tapi tidak membawa kebaikan Yusuf Wahyu Purwanto 
-Kasus yang sampai menyeret anggota DPR ini sebetulnya bukan hal baru. Keadaan ini membuat masyarakat berpikir, DPR yang seharusnya memperjuangkan kesejahteraan rakyat, malah sibuk melakukan ‘bargaing’ bersama kementerian demi kepentingan pribadi. Hak budget yang dimiliki oleh DPR telah diselewengkan,” 
 - Sebetulnya kalau mau laporannya ke KPK atau polisi lebih dulu tentu lebih elegan. Tapi nyatanya laporan yang sudah disampaikan ke BK buktinya juga tidak cukup kuat, sehingga saya pesimis jika BK akan mengumumkan nama-nama pemalak itu ke publik,” Kapritra Entus Tuslichah 
-Pokoknya kalau sudah urusan korupsi muter2 deh masing2 nyari solusi untuk mengamnkan diri sendiri dan kelompoknya dengan cara masing2. Rakyat sih paham, tapi bisa apa !
 -Bagaimana mau dapat bukti, apalagi tertulis, memeras kok memberi bukti, aneh. sama saja yang asal ngomong itu, mana mungkin Gratifikasi itu ada buktinya, wong yang memeriksapun bisa di lak ban dengan rupiah, aneh. Mengakui kelemahan itu lebih sulit dari pada menunjukkan kemampuan ngomong.

          Kembali ke inefisiensi PLN. Statemen Dahlan Iskan yang menyatakan bahwa Ia ikhlas di penjara jika keputusan yang diambil itu salah (sangat melegakan sebab artinya beliau tidak takut. Teteg bahasa Jawanya). Beliau benar benar bertanggung jawab. Dengan tegas Ia katakan bahwa "Saya tidak akan memadamkan listrik di Jakarta yang mungkin berbulan bulan lamanya." Sayapun membayangkan, andaikata listrik Jakarta dipadamkan ketika itu? Apa yang terjadi ya? Saya jadi ingin Tahu apa kira kira jawaban anggota DPR ? (kalau sekarang sih jawabannya mungkin, " Tidak apa apa daripada terjadi inefisiensi yang begitu besar"...hehehe ini kirakira saya). Tapi, andai saja benar dimatikan, bukankah dampak yang ditimbulkan juga besar. Jakarta adalah Ibukota Negara yang tentunya merupakan pusat pemerintahan, pusat perekonomian nasional, banyak perusahaan perusahaan dll. Jakarta juga sebagai barometer keamanan nasional. Jika listrik di sana padam terus, bisa saja menimbulkan kerawanan dan gejolak masyarakat yang tidak puas dengan kinerja dan pelayanan PLN. Sebagai rakyat Indonesia saya pasti juga malu, jika ada hal hal yang memalukan terjadi di Republik ini. Memang mesti ada yang dikorbankan jika kita di haruskah untuk memilih, Saya hanya bisa berharap semoga hal ini tidak terulang lagi. Semoga kekayaan negara yang dikuasai negara memang benar benar digunakan sebesar besarnya untuk kepentingan rakyat. Semoga tidak ada lagi kekurangan pasokan gas hanya karena kesalahan orang orang yang telah mengambil keputusan karena iming iming keuntungan besar semata. Semoga negeri ini tidak salah mengelola "harta Karun Indonesia yang terpendam". Harta Karun tersebut bukan milik orang orang yang tengah berkuasa, tetapi sebagai warisan untuk anak anak Ibu Pertiwi yang tercinta.



@@@                                                                                 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar